Peran ESG dalam Proyek Keberlanjutan

ESG (Environmental, Social, Governance) kini menjadi standar penting bukan hanya di sektor konstruksi, tetapi juga pada proyek non-konstruksi seperti pariwisata, kebijakan desa, dan layanan publik.

KAJIANTRANSFORMASI

Tim SDS Kreatif

9/23/20253 min baca

people riding on boat on river during daytime
people riding on boat on river during daytime

Kesuksesan sebuah proyek kini tidak hanya dinilai dari output atau hasil akhirnya. Publik, investor, dan pemerintah semakin menaruh perhatian pada bagaimana proyek tersebut dijalankan—apakah ramah lingkungan, memberi manfaat sosial, serta dikelola secara transparan. Inilah esensi dari ESG (Environmental, Social, Governance), sebuah kerangka kerja yang belakangan menjadi standar global.

Jika sebelumnya ESG identik dengan perusahaan besar atau proyek konstruksi, saat ini paradigma tersebut bergeser. Proyek non-konstruksi seperti perencanaan kebijakan, pengembangan pariwisata, pendampingan masyarakat, hingga kajian akademis juga dituntut untuk menerapkan prinsip ESG agar lebih relevan, berkelanjutan, dan kredibel.

ESG dalam Konteks Proyek Non-Konstruksi

1. Environmental (Lingkungan)

Proyek non-konstruksi sering kali bersentuhan dengan pengelolaan sumber daya dan kebijakan lingkungan. Misalnya, kajian pariwisata berkelanjutan di kawasan pesisir, program pengolahan sampah di desa, atau pemanfaatan energi biomassa untuk ketahanan energi lokal. Integrasi aspek lingkungan membantu memastikan proyek tidak hanya berjalan untuk jangka pendek, tetapi juga menjaga keseimbangan ekologi.

2. Social (Sosial)

Dimensi sosial dalam ESG menekankan partisipasi masyarakat, inklusivitas, dan pemerataan manfaat. Dalam proyek non-konstruksi, hal ini tampak pada pendampingan desa, penyusunan peraturan lokal, atau pengembangan ekonomi kreatif. Masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga aktor utama dalam proses pembangunan. Dengan demikian, keberhasilan proyek diukur dari sejauh mana ia meningkatkan kualitas hidup dan membuka akses yang lebih adil.

3. Governance (Tata Kelola)

Transparansi dan akuntabilitas merupakan aspek governance yang tidak bisa diabaikan. Dalam konsultansi non-konstruksi, governance mencakup kepatuhan regulasi, keterbukaan data, hingga tata kelola keuangan proyek. Governance yang kuat memperkuat kepercayaan stakeholder serta meminimalkan risiko konflik atau penyalahgunaan wewenang.

Peran Konsultan Non-Konstruksi dalam ESG

Konsultan non-konstruksi memiliki posisi strategis untuk menjadikan ESG sebagai praktik nyata, bukan sekadar jargon. Ada tiga kontribusi penting:

  1. Menerjemahkan ESG ke Strategi Operasional
    Konsultan membantu klien memahami bagaimana indikator ESG bisa diimplementasikan. Misalnya, memasukkan komponen “green tourism” dalam masterplan pariwisata, atau mengintegrasikan indikator inklusi sosial dalam program pengembangan UMKM.

  2. Membangun Sistem Monitoring dan Evaluasi
    ESG membutuhkan indikator yang terukur. Konsultan menyusun instrumen evaluasi yang memantau dampak lingkungan, partisipasi sosial, serta kepatuhan tata kelola, sehingga proyek memiliki tolok ukur yang jelas.

  3. Menjembatani Stakeholder
    Salah satu peran kunci konsultan adalah memastikan semua pihak—pemerintah, masyarakat, akademisi, maupun sektor swasta—memiliki pemahaman yang sama tentang ESG. Pendekatan partisipatif ini mengurangi potensi konflik dan meningkatkan legitimasi proyek.

people standing forming circle near house under blue sky during daytime
people standing forming circle near house under blue sky during daytime
Studi Kasus: ESG di Proyek Non-Konstruksi

Integrasi Tiket Satu Pintu Wisata Pacitan

Penerapan single gate ticketing system di kawasan wisata selatan Pacitan bukan sekadar inovasi manajemen tiket. Sistem ini membawa nilai ESG yang nyata:

  • Environmental: mengurangi penggunaan kertas melalui digitalisasi tiket.

  • Social: melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan destinasi, membuka peluang kerja dan usaha.

  • Governance: pendapatan dari wisata lebih transparan, mengurangi kebocoran, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah.

Dengan model ini, wisatawan mendapat pengalaman lebih efisien, sementara pemerintah daerah memperoleh data yang lebih akurat untuk perencanaan pariwisata berkelanjutan.

Pelatihan Penyusunan Peraturan Desa/Kalurahan (PERDES/PERKAL)

Pelatihan penyusunan regulasi di tingkat desa atau kalurahan juga dapat dipandang dari perspektif ESG:

  • Environmental: regulasi bisa mengatur isu lingkungan, seperti pengelolaan sampah atau pemanfaatan lahan yang berkelanjutan.

  • Social: forum penyusunan melibatkan perangkat desa, tokoh masyarakat, dan kelompok rentan sehingga regulasi lebih inklusif.

  • Governance: dokumen hukum yang dihasilkan meningkatkan kepastian hukum, akuntabilitas pemerintah desa, serta mencegah konflik kepentingan.

Melalui pendampingan ini, desa tidak hanya memiliki regulasi yang sah secara hukum, tetapi juga regulasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan sesuai prinsip ESG.

ESG telah berkembang menjadi tolok ukur keberhasilan proyek, termasuk di sektor non-konstruksi. Lingkungan, sosial, dan tata kelola kini bukan pelengkap, melainkan inti dari perencanaan dan implementasi.

Bagi perusahaan konsultansi non-konstruksi, memahami dan mengintegrasikan ESG bukan hanya memberikan nilai tambah, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif. Proyek yang berlandaskan ESG tidak hanya berdampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan, tetapi juga memperkuat reputasi dan keberlanjutan jangka panjang.

a group of people holding hands on top of a tree
a group of people holding hands on top of a tree